Sasi Enggama : Tradisi Adat Menjaga Kerajaan Ikan di Kaimana

Tanah adalah Ibu, Laut adalah Bapak. Begitu filosofi orang Papua pesisir, yang acap kali saya dengar ketika berjalan keliling kampung pesisir di Provinsi Papua Barat. Mereka mengenal, serta mempercayai tanah dan  laut yang memberikan denyut nadi kehidupan.

sasi 4

Pergi untuk kembali. Kata-kata yang mewakilin perjalanan merekam kearifan lokal suku Koiway di Kaimana, Papua Barat, untuk sekian kalinya saya jelajahi dalam kurum waktu tiga tahun terakhir. Kabupaten yang dikenal sebagai “Kerajaan Ikan dari Timur Indonesia” ini, menyimpan sejuta pesona keindahan bentang alam pulau-pulau karst, sejarah, budaya, serta keindahan alam bawah air yang tiada duanya. Belum lagi ditambah penyematan Kota senja indah yang sempat menarik Surni Warkiman menggubah lagu “Senja di Kaimana” pada tahun 1970-an, membuat Kabupaten ini kian bersinar.

Meskipun belum setenar saudaranya di Kabupaten Raja Ampat, namun Kaimana banyak dilirik oleh para peneliti dunia dikarenakan kekayaan sumberdaya perairan yang sangat fantastis. Bayangkan saja, Kaimana merupakan penyumbang biomassa sumberdaya perairan terbesar di Asia Tenggara, yaitu 228 ton per kilometer persegi. Serta memiliki kelimpahan ikan yang tertinggi yaitu 995 jenis ikan, dimana 14-16 diantaranya merupakan jenis baru dan endemik, 471 jenis karang, dan 28 jenis udang mantis, berdasarkan hasil survei kelautan yang dilakukan oleh Conservation International (CI) Indonesia pada tahun 2006. Hasil ini belum termasuk penemuan-penemuan terbaru yang belum teridentifikasi dalam kurun waktu delapan tahun terakhir.

Potensi laut Kaimana sangat luar biasa. Disini dapat ditemukan sejumlah hewan karismatik seperti Hiu Paus (Rhincodon typus), Hiu Berjalan (Hemiscyllium henryi), Dugong, Manta, Paus Bryde, P. Nursalim flasher wrasse, dan lainnya. Yang paling menarik adalah penemuan 330 jenis ikan di lokasi yang sama, yaitu Tanjung Papisoi, dimana ini memecahkan rekor dunia yang pernah  dilakukan oleh bapak ikan dunia Gerald Allen ketika meneliti Raja Ampat dan membukukannya. Jika Raja Ampat terkenal karena keragaman terumbu karangnya, maka Kaimana dikenal sebagai “Kingdom of Fishes” karena kelimpahan ikan tertinggi di Indonesia.

sasi 6

Hiu Paus

img_5809 (1)

Hiu Berjalan

Scholling fish di Teluk Triton, Kaimana. CI_Ronald Mambrasar copy

Schooling Fish di Teluk Triton

 

Sasi Enggama

Tradisi yang hadir sebagai bentuk kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya alam, merupakan jawaban dari terjaganya kekayaan sumberdaya perairan di Kaimana. Masyarakat Suku Koiway di Kaimana mengenal tradisi Sasi Enggama. “Sasi Enggama adalah tempat ikan baku kawin”, kata N. Kamakaula, pemilik hak ulayat perairan laut dari Kampung Namatota.

Menurut Sasi Enggama, suatu daerah akan ditutup dalam jangka waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan pemilik hak ulayat perairan laut, Ketua Adat, serta Tokoh-tokoh masyarakat setempat. Biasanya, selama 1 atau 2 tahun Sasi Enggama dilakukan, masyarakat dilarang mengambil hewan laut tertentu yang bernilai ekonomi tinggi seperti teripang, lola ( sejenis kerang laut), batulaga (sejenis siput laut), dan lobster. Penutupan diawalin upacara ritual tradisional menggunakan simbol buah kelapa.

Waktu dimana masyarakat dapat mengambil hasil laut yang dilarang disebut buka sasi. Sebelum berlangsungnya buka Sasi, terdapat upacara adat tersendiri yang dipimpin oleh Ketua Adat setempat. Ritual buka Sasi  menggunakan simbol-simbol tertentu seperti sirih, pinang, serta lola atau batu laga yang diletakkan di media datar seperti piring, lalu di tumpahkan ke laut dengan sebelumnya memanjatkan doa-doa untuk kelestarian alam.  Ritual ini melambangkan ucapan terima kasih kepada Sang pencipta atas berkah hasil laut, serta simbol pembayaran kepada alam. Buka Sasi berlangsung selama dua pekan. Menurut Abdullah (40 tahun), masyarakat  Kampung Namatota Distrik Kaimana, selama proses buka Sasi, warga masyarakat bisa mengumpulkan hasil lola, teripang atau batu laga sebanyak 3 kuintal atau dapat di perkirakan memperoleh hasil sebesar Rp 7 juta. Sedangkan untuk ukuran hewan yang bisa diambil dan ditinggalkan, diatur berdasarkan kesepakatan pemilik hak ulayat laut dan Ketua Adat.

Sasi Enggama dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Kaimana. Jika terdapat pelanggaran Sasi, maka dikenakan denda sesuai aturan adat. Yang mengawasi pelaksanaan Sasi adalah Ketua Adat, dibantu oleh keturunan Raja. Dahulu, Sasi bersifat supranatural, sehingga pelanggarnya akan mengalami kejadian hal-hal di luar kewajaran. Hal ini terkait ritual tutup sasi yang menggunakan sumpah kepada alam  semesta. Jika simbol Sasi sudah ditanamkan, maka pelanggarnya akan mendapatkan sangsi di luar kewajaran tersebut. Ada juga pelanggar yang diberikan hukuman adat berupa membayar denda adat, atau dipermalukan dihadapan umum. Namun, seiring berkembangnya agama hal tersebut mulai luntur dan menjadikan denda sejumlah uang sebagai sangsi pelanggaran.

 

Sasi 2

Molo Teripang

 

Sasi Enggama, Atraksi Pariwisata Budaya Laut

Ada yang menarik ketika ritual buka Sasi dilakukan. Prosesi pemanenan hewan laut Sasi dilakukan menggunakan metode tradisional, yaitu molo. Molo adalah aktivitas menyelam untuk mengambil hasil di dasar laut, tampa menggunakan alat bantu pernafasan atau tabung menyelam. Biasanya, masyarakat melakukan molo hasil laut hanya menggunakan peralatan tradisional, yaitu kacamata molo yang terbuat dari kayu untuk bingkainya, serta kaca diambil dari tutup botol. Aktivitas molo ini banyak menarik wisatawan terutama dari luar negeri untuk mencoba. Jennet (34 tahun) misalnya, wisatawan dari Kanada ini begitu antusias bersama-sama masyarakat molo teripang di kedalaman 5 meter. Menurut Jennet, Molo ini hampir sama seperti olahraga free diving yang sedang menjadi trend bagi penggiat olahraga bawah air dunia saat ini. Jika pada free diving menggunakan masker dan fins, maka molo lebih sederhana bahkan sangat tradisional tampa menggunakan peralatan yang mencerminkan budaya masyarakat setempat.

Di samping itu, ritual buka Sasi juga menampilkan tari-tarian khas pesisir Papua. Tarian yang didampingi dengan alat musik pukul tifa, menggiringi prosesi buka Sasi, nyatanya banyak memikat wisatawan ikut serta berbaur dengan suasana budaya lokal.

Pada awalnya, Sasi Enggama bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada alam memulihkan diri. Sasi laut akan memberikan kesempatan ikan bertelur dan memijah hingga menjadi hewan siap tangkap. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi yang berangkat dari budaya menjaga keseimbangan laut, berubah wujud menjadi atraksi yang memikat wisatawan baik dari dalam dan luar negeri. Tradisi ini memiliki dua sisi yang saling melengkapi, dimana satu sisi berfungsi sebagai pengatur keseimbangan alam, serta sisi lainnya meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pariwisata.

triton 8

Teluk Triton

 

Sasi, Konservasi dan Wajah Pariwisata Bahari Kaimana

“Dari semua terumbu karang tropis yang telah kita lihat dalam kurun waktu 70 tahun menyelam, Teluk Triton di Kaimana merupakan urutan pertama pada daftar kami sebagai pemandangan teratas untuk keanekaragaman ikan dan karang lunaknya”, ujar Burt Jones dan Maurine Shimlock yang berprofesi sebagai fotografer underwater dunia.

Kaimana adalah salah satu dari tiga wilayah di Provinsi Papua Barat, yang saat ini  dianggap oleh ahli biologi kelautan menjadi pusat dari Segitiga Terumbu Karang, yang memiliki jumlah ikan dan jenis karang tertinggi daripada di tempat lain di planet ini. Dalam sebuah laporan Pemerintah Indonesia melalui Geografi Prioritas untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati Kelautan di Indonesia, Huffard, Erdmann, Gunawan, 2012, Papua diidentifikasikan oleh ahli biologi kelautan sebagai wilayah prioritas tertinggi untuk konservasi laut karena keanekaragaman hayati laut yang tidak tertandingi, kekayaan habitat, dan ekosistem alam yang relatif utuh.

Pada tahun 2008, Kabupaten Kaimana menyatakan 6000 km persegi sebagai Kawasan Konservasi Laut di sekitar perairan Kaimana dan Teluk Triton. Menyusul di tahun 2013, Kawasan Konservasi Perairan Daerah disahkan menjadi Peraturan Daerah. Ini merupakan hadiah bagi masyarakat adat Kaimana, yang telah mempertahankan kearifan lokal dalam melestarikan sumberdaya alam.

Sebelum konsep konservasi diperkenalkan di Kaimana, masyarakat sudah mengenal kearifan lokal yang dinamakan Sasi Enggama. Sasi, merupakan budaya yang sarat dengan konservasi sumberdaya alam, yang bermuara pada tindakan perlindungan dan pelestarian sumberdaya yang penting bagi kehidupan masyarakat. Tradisi budaya ini merupakan manifestasi prilaku konservasionis dan naturalis untuk mengatur, mengelola, melindungi dan melestarikan sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan. Sasi dan konservasi itu adalah sama. Intinya adalah melakukan pengaturan ruang dan waktu. Hanya saja, Sasi merupakan produk yang terbentuk dari hasil kearifan lokal yang telah mengakar membentuk budaya, sedangkan konservasi adalah konsep baru yang ditawarkan untuk pengaturan suatu tempat atau ruang agar makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik.

Dapat dikatakan Sasi Enggama yang telah dijalankan masyarakat sejak dahulu merupakan kunci sukses terjaganya kekayaan sumberdaya laut di Kaimana. Hal ini tentu sangat memberikan manfaat, mengingat sasi dan konservasi berperan dalam menunjang sektor pariwisata bahari, yang sedang dibangun di Kabupaten yang terletak di Selatan Pulau Papua ini. Penamaan julukan Kerajaan Ikan yang diberikan oleh para peneliti kelautan, sangat pantas disandang Kaimana dengan berlimpahnya kekayaan sumberdaya hayati perairan.

Salah satu titik yang memiliki pemandangan bawah air paling menakjubkan di Kaimana adalah Teluk Triton dan Selat Iris. Di tempat ini, terdapat beribu jenis kelimpahan ikan, serta beberapa hewan endemik seperti hiu berjalan dan hewan karismatik lainnya, seperti hiu paus dan manta. Begitu pun dengan terumbu karangnya yang indah dengan dihuni hewan-hewan kecil seperti nudibranch, udang mantis, berbagai jenis kuda laut, serta hewan lainnya. Tidak ketinggalan pantai esotik nan perawan dengan pasir sebening kristal, atau di Teluk Triton terdapat pantai unik berwarna pink menyala.

Mengutip kata-kata Ketua Dewan Adat Kaimana, yang menyatakan bahwa “Kearifan Lokal hari ini, menentukan masa depan sumberdaya laut kita”, mengakhiri perjalanan saya di Kota Senja Indah Kaimana yang sarat budaya.

 

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Pantai Pink di Teluk Triton